Kulit dan Sisik Ikan sebagai Sumber Kolagen


Kegiatan industri perikanan sejak di tempat pendaratan ikan (TPI) hingga ke tempat pengolahan ikan umumnya selalu menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, baik limbah cair maupun limbah padat. Limbah cair biasanya berupa darah, lendir, drip, dan lemak. Sedangkan limbah padat organik kebanyakan berupa kepala, insang, isi perut, tulang, sirip, kulit dan sisik.

Selama ini limbah-limbah tersebut hanya dimanfaatkan untuk bahan baku tepung ikan jika tidak dibuang langsung dan mencemari lingkungan, padahal jika diolah lebih lanjut dapat menghasilkan bahan yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi seperti halnya kolagen.

Sumber kolagen pada ikan banyak terdapat pada kulit dan sisiknya. Sisik ikan banyak mengandung senyawa organik antara lain protein sebesar 41-84% berupa kolagen dan ichtylepidin. Berdasarkan penelitian Nagai et.al (2004), komponen yang terdapat pada sisik ikan antara lain adalah 70% air, 27% protein, 1% lemak, dan 2% abu. Senyawa organik terdiri dari 40-90% pada sisik ikan dan selebihnya merupakan kolagen. Saat ini sisik ikan dalam jumlah besar dapat diperoleh dari limbah buangan penjualan ikan atau perusahaan pengolahan ikan, khususnya perusahaan pembekuan yang mengolah produknya dalam bentuk frozen scale-off.

Kolagen merupakan bagian dari protein berjenis stroma. Protein ini tidak dapat diekstrak dengan air, larutan asam, alkali atau larutan garam pada konsentrasi 0,01-0,1. Kolagen dapat mengembang karena daya ikat pada struktur molekulnya melemah saat diberikan perlakuan pH di bawah 4 atau dinaikkan sampai pH 10.

Sumber utama kolagen sampai saat ini hanya terbatas dari hewan ternak dan kulit/ tulang babi. Namun, akhir-akhir ini ditemukan hewan ternak terinfeksi penyakit bovine spongiform encelopathy (BSE), sehingga perlu dicari sumber alternatif contohnya yaitu dari sisik ikan.

Kolagen banyak dimanfaatkan dalam bidang medis dan kosmetik. Meskipun gel yang dihasilkan kolagen ikan bukan merupakan gel yang kuat, tetapi dapat digunakan dengan baik untuk aplikasi industri, contohnya seperti mikroenkapsulasi dan edible film.
Kolagen memiliki kemampuan untuk memberikan sifat elastis pada kulit, dan dapat mengurangi keriput yang terjadi sebagai efek dari penuaan. Kolagen juga banyak ditemukan di kornea mata dalam bentuk kristal. Kolagen pada bidang bedah kosmetik dapat digunakan untuk memperbesar volume bibir.

Kolagen mudah merenggang (melunak) apabila kondisi lingkungan keasamannya tinggi (pH < 4). Asam asetat dan sitrat merupakan asam organik yang memiliki sifat keasaman yang berbeda, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan berbagai jenis asam untuk mendapatkan kolagen terbaik.

Penggunaan larutan asam asetat dapat mengembangkan kolagen sebanyak 50% lebih dibandingkan menggunakan asam kuat HCl. Pada penelitian yang kami lakukan penggunaan asam asetat dengan konsentrasi 0,5M berbahan baku kulit ikan hiu diperoleh rendemen sekitar 12%.

Hasil perlakuan terbaik kami (kolagen dari sisik ikan kakap merah), yaitu ekstraksi kolagen dengan menggunakan asam asetat konsentrasi 1 M. Dihasilkan rendemen 20,44% (wb), kadar air 83,75% (wb), titik leleh 43,75oC dan suhu denaturasi 31,80C. Dari hasil pengamatan dengan SEM didapat bahwa serat kolagen mengalami perubahan struktur dengan semakin bertambahnya konsentrasi asam yang diberikan. Kolagen hasil ekstraksi memiliki 6 pita protein yakni dengan masing-masing berat molekul 169,48; 150,02; 132,24; 116,57; 88,69 and 74,96 kDa.



Sumber : Ali, Mahrus. Noor, N.M dan Leksono, Y.S. 2010. Ektraksi Kolagen dari Sisik Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp). Prosiding Seminar BBRP2B. Jakarta

Tepung Ikan


Industri perikanan selain menhasilkan bahan utama pengolahan, juga didapatkan hasil sampingan (by product) dari pengolahan tersebut. Baik terdiri dari isi perut, kepala, cacahan ikan, dan cangkang dari udang. Beberapa dari hasil ini di gunakan sebagai bahan dasar tepung untuk pakan ternak/ ikan.

Limbah ikan jika tidak di kelola akan menimbulkan pencemaran bau yang menyengat, karena proses pembusukan protein ikan.Selain itu biasanya menjadi sumber penyakit menular terhadap manusia yang di tularkan lewat lalat. Pemanfaatan limbah perikanan menjadi tepung ikan akan menghemat devisa negara, karena dengan demikian mengurangi impor tepung ikan dari negara lain .Selain itu, pendirian pengolahan tepung ikan juga telah menciptakan lapangan kerja baru.

Tepung ikan adalah produk tepung hasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani yang di butuhkan dalam komposisi makanan ternak dan ikan. Berdasrakn penelitian, tepung ikan mengandung protein, mineral, dan vitamin B. Protein ikan terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan. Kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang di gunakan sebagai bahan bakunya. Tepung ikan berkualitas tinggi mengandung komponen-komponen sebagai berikut :air 6-10 %,lemak 5-12% ,protein 60-75% dan abu 10-20%.

Selain itu karena di buat dari kepala ikan dan duri ikan maka tepng ikan juga mengandung : calsium, fosfor ,seng ,yodium ,besi, timah, mangan, kobalt, vitamin B2 dan B3 .Bahan baku yang dapat di gunakan untuk tepung ikan yaitu limbah ikan dari industri pengalengan ikan gemuk, ikan-ikan kecil seperti teri (Sosepherus sp), ikan gemuk, ikan petek (Leognathus sp). Jika bahan baku berupa ikan rucah dan sisa olahan yang terdiri atas beberapa jenis ikan yang memiliki kandungan lemak rendah, maka pembuatan tepung ikan lebih mudah. Namun apabila kandungan lemaknya relatif tinggi ,maka tepung ikan yang di hasilkan memiliki kualitas yang kurang baik.


Tepung ikan yang berkualitas baik sesuai standar kualitas FAO, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Tepung ikan merupakan partikel-partikel yang dapat melewati saringan Tyler nomor 8.
Tepung ikan memiliki warna terang, keputihan, abu-abu sampai coklat tua.
Tepung ikan memiliki kandungan lemak 2,5-5%
Tepung ikan memilki kandungan protein lebih dari 50oC
Tepung ikan memiliki kandungan air sekitar 8 %


Pada prinsipnya ada empat metode penholahan yang dapat dijadikan alternatif, yakni sebagai berikut:

Metode reduksi

Tahapan pekerjaan dalam metode ini terdiri atas perebusan, pengepresan, dan pengeringan yang kemudian sering di lanjutkan dengan pengolahan minyak dari sisa air pengempresan.


Metode whole meal

Metode ini tidak jauh berbeda dengan metode reduksi, hanya cairan sisa pengempresan di buang percuma. Padahal cairan tersebut berisi sekitar ± 20% pada potensial. Sehingga secara ekonomi cukup merugikan


Metode resirkulasi

Dalam metode ini,cairan sisa pengempresan di tambahkan pada kepadatan tepung ikan dalam kondisi setengah kering atau saat tepung ikan padatan memiliki kandungan air antara 25%-30%


Metode reduksi kering

Bahan baku berupa ikan rucah dan sisa olahan di keringkan terlebih dahulu. Pengeringan di lakukan dalam keadaan hampa udara, sehingga di perlukan temperatur yang tinggi.Tepung ikan yang di hasilkan melalui metode ini memiliki kualitas yang sangat bagus komponen-komponen potensialnya tidak rusak oleh pemanasan


Kelebihan dari tepung ikan sebagai berikut:

Memiliki kandungan trace element (tembaga, seng, mangaan, kobalt, yodium, klor) lebih dari 38 macam
Kandungan gizi dapat meningkat produksi dan nilai gizi telur,daging ternak dan ikan
Bahan baku murah, mudah didapat dan menggunakan peralatan sederhana
Mudah dalam penyimpanan karena hasil akhir berupa padatan kering
Menghasilkan minyak ikan sebagai hasil samping


Sedangkan kekurangan dari tepung ikan yaitu :

Produk cepat tengik dan berjamur serta membentuk senyawa-senyawa peroksida sebagai hasil sampingan yang dapat mengakibatkan kematian pada ternak maupun ikan yang mengkonsumsinya bila bahan berkadar lemak tinggi.


Oleh: Mahrus Ali

Mikro Alga Sebagai Penghasil Enzim


Mikroalga adalah mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang bervariasi, baik uni-selular maupun multiselular (membentuk koloni kecil). Sebagian besar mikroalga tumbuh secara fototrofik, meskipun tidak sedikit jenis yang mampu tumbuh secara heterotrofik. Mikroalga merupakan kelompok organisme yang sangat beragam dengan mampu menghasilkan senyawa kimia yang besar dan masih banyak yang belum diketahui. Produk yang dihasilkan antara lain carotenoid, phycobilin, asam lemak, polisakarida, vitamin, sterol, enzim dan senyawa bioaktif lainnya.

Enzim merupakan suatu katalisator protein yang mempercepat reaksi kimia dalam sistem biologi, disebutkan bahwa enzim merupakan protein yang mengkatalis reaksi kimiawi secara spesifik. Enzim akan bekerja jika kondisi yang mempengaruhinya sesuai diantaranya adalah substrat, pH, suhu dan konsentrasi. Enzim banyak memiliki manfaat dalam kehidupakan karena mampu mengaktalis dalam mempercepat reaksi kimia. Enzim juga digunakan dalam bidang medis, dimana enzim dapat digunakan sebagai control dan pengobatan terhadap beberapa penyakit.

Seiring dengan perkembangan bioteknologi mikroalga, saat ini perhatian mulai ditujukan untuk penghasilan produk bermanfaat yang bemilai ekonomi tinggi, di antaranya adalah pigmen seperti fikobiliprotein, asam amino, enzim seperti acetamidase, protease, asam amino oksidase, superoksidase dismutase dan endonuklease restriksi. inhibitor enzim seperti glikosidase inhibitor dan senyawa pengatur tumbuh. Beberapa produk lain terutama yang memiliki arti penting dalam bidang farmasetika, seperti antibiotik.
Beberapa enzim dapat di Isolasi dari mikroalgae, yang merupakan jenis algae yang berukuran mikroskopik. Beberapa alga dilaporkan mengandung senyawa enzim yang berperan peranting diantaranya adalah jenis alga hijau (Spirogyra, Mougeotia sp., Zygnema cylindricum and Mesotaenium caldariorum) yang mengandung enzim glycosidase (a-glucosidase, a-amylase and fl-galactosidase, beberapa jenis cyanophyta juga mengandung enzim yang berperan penting dalam mendegradasi bakteri atau sebagai inhibitor.

Enzim Glikosidase
Enzim glikosidase dihasilkan oleh beberapa jenis alga hijau, seperti dilaporkan oleh Cannel (1998) menyebutkan bahwa aktivitas enzim glikosidase ditunjukkan oleh alga hijau antra lain dari jenis Spirogyra varianaSpirogyra varians, Mougeotia sp., Zygnema cylindricum and Mesotaenium caldariorum. Enzim glikosidase berperan penting dalam menghambat aktivitas bakteri dan jamur.
Prinsip enzim glikosidase mengkatalisis hidrolisis ikatan glikosida antara gula dan alkohol, sangat spesifikuntuk bagian gula dan untuk ikatan (alfa atau beta), tetapi relatif nonspesifik untuk bagian alkohol atau glikogen. Enzim glikosidase bersifat sebagai penghambat yang termasuk didalamnya adalah a-glukosidase, a-amilase dan β-galactosidase.

L-Amino Oksidase
L- amino oksidase spesifik dihasilkan oleh phytoplankton tertentu yang dikultur sedemikian yang dapat beraktivitas pada permukaan sel, enzim L-amino oksidase ini mampu mengoksidasi asam amino dan molekul amin untuk memproduksi H2O, NH4, α-keto acid, aldehid. Ada sekitar 3 genus phytoplankton yang mampu memproduksi enzim ini (L-amino acid oksidase), yaitu: Pleurochrysis, Prymnesium dan Amphidinium (dinoflagel). Kemampuan phytoplankton ini didasarkan pada kemampuannya dalam memodifikasi sumber nitrogen yang ada dalam lingkungan sehingga menjadi asam amino yang diproses pada pewarnaan selnya, seperti yang dilaporkan pada species Pleurophrysis carterae.
Dari aktifitas yang dilakukan oleh enzim ini akan dihasilkan beberapa zat, tapi hanya amonium (NH4) yang akan ditransformasikan ke dalam sel untuk pertumbuhan. Enzim L-amino acid oxidase (gel aminase) yang memiliki fungsi yang sama dengan enzim fosfatase permukaan sel yang mampu mensintesis unsur fosfor (P organik) dari fosfor inorganik dari lingkungannya.
Metode exstraksi dengan cara mengkultur terlebih dahulu phytoplankton yang diinginkan. Kemudian dipanen dan difilter serta disterelisasi dengan menggunakan microwave. Hasilnya disentrifugasi untuk mendapatkan sel yang murni, baru kemudian diamati aktifitas enzimn L-amino oksidase nya.
Phytoplankton penghasil enzim amino oksidase merupakan pengontrol keberadaan asam amino dalam perairan. Hanya saja diketahui bahwa hasil sintesis dari enzim ini akan menghasilkan glisin dan serin dalam jumlah besar

Aminotransferase, NADH-reductase dan methyltransferase.
Sejumlah alga laut menghasilkan 3-dimethylsulfoniopropionate (DMSP) yaitu suatu senyawa yang berpotensi sebagai osmoprotektif yang mendegradasi produk dimethylsulfide yang memiliki peran utama dalam siklus S biogeokimia. DMSP merupakan sulfonium tersier yang disintesis dan diakumulasi oleh sejumlah mikroalga laut dan spesies phytoplankton dan tanaman berbunga tertentu yang toleran terhadap garam.
DMSP signifikan dalam lingkungan karena bersifat biodegradasi terhadap DMS, yaitu suatu gas atmosfer yang berperan utama dalam siklus S, pembentukan awan dan dalam pengaturan iklim. DMSP yang dihasilkan oleh alga laut merupakan prekursor utama DMS laut yang menyumbang S sebesar 1.5 x 1013 g ke atmosfer setiap tahun.
Enzim substrat spesifik yang mengkatalis tiga tahap pertama dideteksi dan dikarakterisasi sebagian dalam ekstrak sel bebas pada alga chlorophyta Enteromorpha intestinalis. Enzim pertama adalah 2-oxoglutarate-dependent aminotransferase, kedua adalah NADPH-linked reductase dan ketiga adalah S-adenosylmethionine-dependent methyltransferase.

Lipoxygenase
Oxygenasi asam linoleat oleh enzim lipoxygenase (LOX) yang terdapat dalam microalga Chlorella pyrenoidosa yang diketahui untuk memproduksi 9-dan 13-hydroperoxide dari asam linoleat. Pada microalga ini diindikasikan mengandung derivate LOX 30-45 dan 45-80% dengan menggunakan (NH4)2SO4 jenuh untuk mempercepat pereaksi yang dihasilkan kedua HPOD isomers tapi dalam rasio yang berbeda. Jika kita mengamati aktivitas pada isolasi keduanya untuk mewakili keberadaan isozim.
Lipoxygenase mengkatalisasi penambahan dari molecular oxygen pada PUFA untuk membentuk derivat hidroperoksida. Aktivitas LOX juga ditemukan di dalam jasad renik seperti jamur dan microalgae.

Carbonic anhydrase
Enzim carbonic anhidrase merupakan hasil aktivitas secara intrasellular dan intrasellular dari microalgae Tetraselmis gracilis (alga keemasan), hasil aktivitas carbonic tersebut berupa regulasi senyawa karbon yang membatu dalam proses fotosintesis dan respiratori metabolisme. Sifat enzim carbonic anhidrase akan menyerap karbon yang ada dilingkungan yang mengkonversi bentuk HCO3 menjadi CO2 yang terjadi didalam plasma membrane.
Mekanime terjadinya konversi tidak hanya terjadi dalam plasma membrane tetapi juga terjadi pada sitoplasma, mitokondria, terutama terjadi di daerah kloroplast, yang memiliki aktivitas dalam penyerapan senyawa karbon, carbonic anhidrase secara spesifik sangat dibuhkan oleh tumbuhan dalam melakukan aktivitas fotosintetik, yang membutuhkan senyawa karbon, bentuk konversi seyawa karbon didalam kloroplas diubah dalambentuk HCO3 menjadi CO2 yang dibutuhkan dalam fotosintesis.
Tetraselmis gracilis secara intrasellular memanfaatkan kandungan HCO3 yang besar diperairan untuk dimanfaatkan menjadi CO2 menlalui mekanisme konversi yang dilakukan oleh carbonic anhidrase (CA). Factor lingkungan yang mmpengaruhi aktivitas secra specific carbonic anhidrase (CA) antra lain adalah cahaya, ph dan suhu yang berpengaruh terhjadap aktivitas secara intrasellular dan ekstra sellular dari carbonic anhidrase.


Oleh: Mahrus Ali
(Direview dari berbagai sumber)

KERUPUK KULIT IKAN (RAMBAK)

Kerupuk adalah merupakan produk makanan yang terbuat dari tepung tapioka atau sagu atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan lain. Produk ini disiapkan dengan cara digoreng atau memanggang sebelum disajikan. Sementara rambak merupakan kerupuk yang terbuat dari kulit baik kambing, sapi maupun lainnya. Selama ini rambak terbuat dari kulit sapi (Bos indicus) atau kerbau (Bos bubalus) melalui tahap proses pembuaangan bulu, pembersihan kulit, pereebusan, pengeringan dan fermentasi kemudian dilanjutkan dengan penggorengan.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap besarnya potensi ikan sebagai bahan baku industri menjadikan industri yang bergrak dibidang pengolahan ikan semakin menjamur dari waktu ke waktu. Hal ini tentunya patut kita syukuri, karena dapat menyerap banyak tenaga kerja dan bisa membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Hanya saja di sisi lain industri-industri perikanan menghasilkan berbagai limbah sebagai hasil samping proses produksinya, salah satu limbah yang paling dominan adalah berupa kulit ikan. Untuk mengurangi tingkat pencemaran khususnya dari limbah industri perikanan yang berupa kulit, maka rambak ikan merupakan alternatif pengolahannya, sehingga limbah ini memiliki nilai jual (marketable).

Kerupuk kulit yang berasal dari ikan yang sudah sering ditemui di pasaran seperti kerupuk kulit cucut, pari dan kakap, dan kulit tuna. Bahan baku yang digunakan dalam membuat kerupuk (rambak) kulit ikan adalah kulit ikan yang didapatkan dari limbah pengoolahan ikan (cold storange, canning, smoked fish, atau limbah dari pengolahan lainnya). Sangat penting untuk memndapatkan kulit ikan dalam keadaan segar, karena akan mempengaruhi kualitas rambak. Khususnya mengenai bau dan gizinya.

Dalam pengolahan kulit ikan menjadi rambak terdapat beberapa bahan tabahan yang perlu diberikan guna mendapat kualitas rambak terbaik, diantaranya: bawang putih, kapur tohor (CaO), garam, dan penyedap.


Proses Pengolahan

Tahap-tahap pembuatan rambak kulit ikan meliputi: proses pencucian, perebusan, perendaman pemotongan, pengeringan, penggorengan dan pengemasan. Tahap pertama kulit ikan disortasi ketebalan dan warna kulitnya; selanjutnya dicuci untuk menghilangkan kotoran; kemudian dilakukan perebusan selama 1-2 menit untuk melemaskan kulit; selanjutnya kulit ikan direndam dalam larutan kapur tohor selam 15-30 menit. Pemberian CaO ini dimaksudkan untuk memucatkan warna, membunuh mikroba, dan menigkatkan rendemen; selanjutnya dilakukan pencucian kedua untuk menghilangkan pengaruh kapur.

Selanjutnya dilakukan penggaraman dengan konsentrasi 5% selama 5 menit untuk memberikan rasa asin dan membunuh mikroba; langkah berikutnya dilakukan pengeringan selama 1-2 hari di terik matahari agar rambak jadi kering kemudian dipotong-potong. Rambak kulit mentah digoreng pada minyak goreng dengan suhu 90-95 0C untuk mematangkan dan mengmbangkan kerupuk; selanjutnya rambak siap dihidangkan.


Komposisi Gizi Rambak

Komposisi gizi rambak ikan adalah sebagai berikut: kadar air 6%; kadar abu 1%, lemak 0,5 % dan protein 26,9% (SNI, 1996).



Oleh: Mahrus Ali
(dari berbagai sumber)

Radikal Bebas dan Antioksidan

Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya. Sebagai contoh, atom oksigen (O2) yang normal mempunyai 4 (empat) pasang elektron. Proses metabolisme sehari-hari yang merupakan proses biokimia yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang bersifat sementara karena dengan cepat diubah menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi tubuh.

Tetapi bila terjadi reaksi dalam tubuh yang berlebihan maka akan terjadi perampasan elektron oksigen tersebut sehingga menjadi tidak berpasangan dan atom oksigen menjadi radikal bebas yang berusaha mengambil elektron dari senyawa lain sehingga terjadi reaksi berantai.

Aktifitas radikal bebas bisa menyebabkan kerusakan sel beta yang nantinya menjadi spresor terhadap munculnya penyakit degeneraif seperti diabetes militus. Disamping itu sangat mungkin terjadinya penyakit komplikasi apabila aktifitas radikal bebas ini tidak dicegah.


Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kapada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.

Terdapat tiga macam antioksidan yaitu:
1). Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxidase, perxidasi dan katalase.
2). Antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik.
3). Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahn-bahan kimia yaitu Butylated Hroxyanisole (BHA), BHT, TBHQ, PG dan NDGA yang ditambahkan dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak.


Antioksidan Alami

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan.

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain.


Antioksidan Sintetik

Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.


Fungsi antioksidan

Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 (lima) yaitu :

A. Antioksidan Primer

Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul ynag berkurang dampak negatifnya yaitu sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase. Enzim ini sangat penting sekali karena dapat melinduhngi hancrnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas. Bekerjanya enzim ini sangat idpengaruhi oleh mineral-mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium yang harus terdapat dalam makanan dan minuman.


B. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi keursakan yang lebih besar. Contoh yang populer, antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.


C. Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker.


D. Oxygen Scavanger

Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.


E. Chelators/ Sequesstrants

Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino. Tubuh dapat menghasilkan antioksdan yang berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut juga ko-faktor.


Mekanisme Kerja Antioksidan

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.

Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil.

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru.

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan di uji.


Oleh: Nuning Mahmudah Noor

Hidrolisat Protein Ikan

Pengertian


Hidrolisat protein ikan (HPI) adalah produk cairan yang dibuat dari ikan dengan penambahan enzim proteolitik dengan hasil akhir berupa campuran komponen protein. Berbagai sumber protein, baik protein nabati maupun protein hewani dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan protein hidrolisat. Kelebihan penggunaan daging ikan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat protein adalah dagingnya berserat seperti hewan mamalia darat, tetapi seratnya lebih halus dan lebih pendek ukurannya, serta komposisi proteinnya cukup lengkap, sehingga dapat meningkatkan mutu produk akhir HPI.

Hidrolisat protein ikan merupakan pengembangan dari proses pembuatan konsentrat protein ikan dan silase. Dimana pada kedua produk tersebut protein yang diperoleh mempunyai sifat fungsional yang sangat rendah, sehingga pada umumnya produk yang dihasilkan hanya sebatas digunakan untuk pakan ternak. Oleh sebab itu, pengolahan ikan menjadi HPI diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan untuk produk pangan manusia.

Kwalitas produk hidrolisat protein dari bahan baku ikan ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan. Ikan yang mengandung banyak lemak akan menghasilkan hidrolisat dengan kandungan lemak tinggi, sehingga akan memperpendek masa simpan. Hal lain yang berpengaruh adalah jenis katalis (enzim hidrolase) yang digunakan. Hidrolisat protein yang dibuat dari ikan berlemak rendah (non fatty fish), mengandung protein 85-90%, lemak 2% dan abu 6-7% berdasarkan berat kering.

Teknologi pengolahan untuk memproduksi hidrolisat protein merupakan teknologi murah dan mesin pengolahnya telah tersedia komersial. Salah satu keuntungan terbesar dari produk ini adalah semua jenis hasil samping perikanan dan ikan-ikan rucah (bernilai ekonomis rendah) dapat digunakan untuk memproduksi hidrolisat dibanding produk-produk perikanan lainnya yang hanya dapat diproduksi dengan jenis-jenis ikan tertentu.

Hidrolisat protein ikan dapat diproduksi dengan menggunakan enzim protease untuk mencegah protein sehingga larut air. Pada studi pendahuluan kami tentang proses pembuatan hidrolisat protein ikan menggunakan ikan mujair yang di hidrolisis dengan enzim bromelin kasar 24% diperoleh rata-rata kandungan protein sebesar 52.6%, meningkat 3 kali lipat kadarnya dibanding kondisi segar.


Manfaat

Hidrolisat protein mempunyai peranan penting di dalam fortifikasi makanan dan minuman untuk memperkaya protein dan nilai gizi makanan, sehubungan dengan tingginya tingkat kelarutan dan daya cernanya. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan hidrolisat protein ikan secara luas sebagai bahan tambahan makanan dalam sup, kuah daging, rasa daging, makanan diet, penyedap sosis, biskuit, crackers, dan mayonaise. Hidrolisat protein ikan dapat memberikan nilai tambah bagi ikan dan memanfaatkan limbah laut yang secara normal tidak dapat digunakan untuk konsumsi manusia.

Hidrolisat protein ikan juga berguna sebagai bahan fortifikasi untuk memperkaya nilai gizi produk makanan suplemen terutama untuk anak-anak dan bahan pengganti albumin telur pada proses pembuatan es krim, agar-agar, serta secara fungsional dapat dikatakan sebagai bahan pengemulsi, pengembang dan bahan pengisi. Fungsi hidrolisat protein ikan dalam bahan pangan dapat dibuat sebagai penyedap karena hidrolisat protein mempunyai cita rasa yang menyenangkan dan dapat digunakan sebagai pengganti MSG.

Dalam perkembangannya, hidrolisat protein juga digunakan sebagai diet medis khusus seperti pada kasus pancreatitis, sindrom akibat kesulitan buang air besar, penyakit crohn, dan alergi akibat makanan. Dengan demikian juga diharapkan hidrolisat protein ini nantinya akan dikembangkan untuk menggantikan protein susu sapi yang pada sebagian orang/ bayi menimbulkan alergi.


Proses Pembuatan

Hidrolisat protein yang dibuat secara komersial sebagai penyedap makanan dapat menggunakan asam, basa atau enzim sebagai bahan penghidrolisisnya. Pada umumnya protein akan terhidrolisis dengan sempurna selama 16-24 jam dengan menggunakan asam atau basa kuat pada tekanan biasa (ruang). Meskipun demikian hidrolisis asam tidak menguntungkan, karena triptofan, asparagin, glutamin dan sejumlah asam amino lain hancur. Apabila menggunakan enzim, hidrolisis baru sempurna setelah beberapa hari pada kondisi yang terpilih dan terkontrol dengan baik.

Pada pembuatan hidrolisat protein, beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap kecepatan hidrolisis dan kekhasan produk, yaitu suhu, waktu hidrolisis, dan konsentrasi enzim yang ditambahkan, sedangkan tingkat kerusakan asam amino dipengaruhi oleh kemurnian protein dari bahan awal, serta kondisi dan jenis bahan penghidrolisis yang digunakan. Lama proses hidrolisis merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap mutu hidrolisat yang dihasilkan. Waktu hidrolisis yang berlebih menyebabkan jumlah peptida dan asam amino menurun dan jumlah padatan tidak fungsional meningkat. Bila hidrolisis dilakukan dengan sempurna maka akan diperoleh hidrolisat dengan 18 sampai 20 macam asam amino. Produk akhir hidrolisat protein dapat berupa cair, pasta atau bubuk yang bersifat higroskopis.

Beberapa metoda untuk memproduksi hidrolisat protein telah tersedia. Teknologi yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

(a) Hidrolisis asam

Ikan dibersihkan dari lendir dan kotoran lainnya, kemudian digiling. Ikan yang telah digiling tersebut selanjutnya dimasak dengan 2-6 N larutan asam kuat pada suhu 90-100°C selama 12-24 jam sampai semua produk terlarut sempurna. Kelemahan dari proses ini adalah produk yang dihasilkan menjadi sangat asam, sehingga perlu dinetralkan dengan alkali sampai pH 7. Tahap ini menyebabkan hidrolisat protein mengandung sejumlah besar garam. Selain itu, beberapa jenis asam amino menjadi rusak sehingga produk kehilangan nilai gizi.

b) Hidrolisis enzimatis

Di dalam industri, proses untuk memproduksi hidrolisat protein menggunakan proses enzimatis. Proses ini dipandang lebih sesuai dan lebih murah. Proses pengolahan juga lebih cepat dan memberikan hidrolisat protein tanpa kehilangan banyak asam amino esensial. Akan tetapi, enzim harus dipilih yang sesuai dengan proses tersebut. Pemilihan enzim tergantung kepada beberapa faktor seperti stabilitas, harga dan lain-lain. Hidrolisat kemudian disaring dan dikeringkan dengan pengering vakum dan/ atau spray drier sehingga produk yang dihasilkan berupa bubuk.

Penelitian yang berkembang mengenai pengolahan HPI adalah menggunakan proses enzimatis. Enzim proteinase dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan seperti papain, bromelin atau fisin, dari mikroorganisme, atau dari mamalia seperti pepsin dan tripsin. Kebanyakan hidrolisat protein memiliki rasa pahit. Sehingga beberapa jenis flavor digunakan dalam proses fortifikasi makanan untuk menutupi rasa pahit tersebut.


Prospek

Teknologi pengolahan hidrolisat protein ikan masih relatif baru, sehingga produk yang dihasilkan ditinjau dari hasil, mutu dan penerimaan organoleptik masih belum optimal. Hal ini bisa menyebabkan harga produk akan menjadi tinggi, sehingga tujuan peningkatan penggunaan produk perikanan dari HPI tidak akan tercapai. Dari segi mutu HPI juga masih mempunyai permasalahan diantaranya bubuk HPI yang dihasilkan bersifat higroskopis, sehingga akan membutuhkan metode penyimpanan tersendiri.

Dari tinjauan organoleptik, HPI juga masih mempunyai kendala seperti warna produk akhir yang kecoklatan serta mempunyai rasa pahit dan bau amis. Untuk mengatasi warna produk selama ini baru diupayakan penggunaannya disesuaikan dengan makanan yang akan diperkaya dengan HPI tanpa merugikan penampakan awal makanannya. Sedangkan untuk menutupi rasa pahit dan bau amis, maka dikombinasikan dengan berbagai flavor.
Berdasarkan paten yang telah terdaftar di Amerika Serikat ada dua metode yang mengklaim bahwa produk yang dihasilkan tidak berasa pahit atau berbau amis. Metode pertama, enzim yang digunakan adalah bromelin dan dengan kondisi proses yaitu suhu inkubasi 550C selama 15 menit. Sebelum dan sesudah proses enzimatis, dilakukan pasteurisasi pada suhu 800C untuk menginaktifkan enzim. Hidrolisat selanjutnya dikeringkan dengan pengering semprot. Produk yang dihasilkan mengandung 70% protein dan 25% lemak, mudah dilarutkan dalam air dan emulsinya stabil sampai beberapa hari.

Metode kedua menggunakan 2 tahap hidrolisis, yaitu setelah ditambahkan air dengan jumlah yang sama dengan daging ikan, kemudian dipanaskan sampai diatas 600C untuk menginaktifkan enzim endogenus. Sesudah 15 menit, suhu diturunkan kembali sampai 600C, pH diatur sampai 9 dan ditambahkan enzim proteinase yang stabil pada pH tinggi. Setelah inkubasi selama 1 jam, pH diatur sampai 5,5 dan ditambahkan enzim proteinase yang aktif pada pH rendah selama 1 jam. Selanjutnya hidrolisat disentrifuse untuk memisahkan cairan minyanya, dan dikeringkan dengan pengering vakum.

Proses hidrolisis yang singkat ditujukan untuk menghindari terbentuknya peptida yang menghasilkan rasa pahit. Beberapa metode juga telah dicoba diaplikasikan untuk menghilangkan rasa pahit selama proses hidrolisis, yaitu penambahan asam orthofosforat sebanyak 0.3%. Hal ini perlu diupayakan secara sungguh-sungguh mengingat kegunaan HPI yang cukup luas, serta HPI dapat diproduksi dari berbagai jenis ikan terutama dalam upaya pemanfaatan hasil samping pengolahan perikanan dan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis rendah.



Dihimpun dari berbagai sumber

Oleh: Mahrus Ali

Hidrokoloid



Hidrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, yang mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau mampu membentuk gel dari larutan tersebut. Akhir-akhir ini istilah hidrokoloid yang merupakan kependekan dari koloid hidrofilik ini menggantikan istilah gum karena dinilai istilah gum tersebut terlalu luas artinya.

Ada beberapa jenis hidrokoloid yang digunakan dalam industri pangan baik yang alami maupun sintetik. Jika ditinjau dari asalnya, hidrokoloid tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama, yaitu hidrokoloid utama, hidrokoloid utama termodifikasi dan hidrokoloid sintetik.

Sementara dari bahan baku yang lautan terdapat banyak pilihan bahan yang bisa dijadikan sebagai sumber hidrokoloid, bahan baku ini didominasi oleh beragam jenis algae. Terutama kelas rodhophyta. Seperti: agar (Glacilaria), alginat, algin, fulcelaran, dan karagenan (dari Euheuma cottonii dan Euchoma spinosum).

Pemilihan jenis hidrokoloid disamping dipertimbangkan berdasarkan penerapannya, juga sangat tergantung pada sifat-sifat koloid, sifat produk pangan yang dihasilkan dan faktor pertimbangan biaya. Sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis hidrokoloid ke hidrokoloid lainnya tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas (elasticity) dan kekakuan (rigidity).

Gelasi atau pemebentukan gel merupakan fenomena yang menarik dengan sifat yang kompleks. Pada prinsipnya gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air didalamnya. Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer yang terdiri dari molekul rantai panjang dalam jumlah yang cukup maka akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang kontinu sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu.


Ditulis ulang dari berbagai sumber
Oleh : Mahrus Ali

Gelatin Ikan



Telah diketahui secara umum bahan baku dalam pembuatan gelatin adalah berasal dari tulang dan kulit mamalia seperti babi dan sapi. Namun belakangan ini telah menjadi kontroversi dan kekhawatiran banyak orang karena selain babi merupakan pantangan bagi umat Hindu, Yahudi dan Islam namun juga timbulnya resiko keamanan apabila bahan baku gelatin berasal dari babi dan sapi yaitu bagi sebagian orang takut akan adanya penyakit sapi gila (mad cow disease), penyakit mulut dan kuku (foot and mouth disease) dan bovine spongiform encephalopathy (BSE) yang dapat ditularkan pula melalui gelatin yang berasal dari babi dan sapi.

Oleh karena itu penelitian mencari sumber gelatin selain dari sapi dan babi merupakan hal yang sangat penting. Bahan baku dalam pembuatan gelatin dapat berasal dari ikan terutama dari kulitnya dan sebagian kecil dari tulang ikan.

Gelatin yang berasal dari ikan cenderung lebih aman dan bahan bakunya pun melimpah, hal ini didukung oleh industri perikanan yang senantiasa berkembang dan menghasilkan limbah dalam bentuk kulit dan tulang. Gelatin tulang dan kulit ikan mempunyai komposisi asam amino serupa, dengan total asam amino sekitar 21,5%. Bahan baku yang berasal dari ikan biasanya diproses dengan tipe A (hidrolisis asam).

Perbedaan utama dari gelatin ikan dan gelatin mamalia seperti babi dan sapi adalah : gelatin ikan memiliki kekuatan gel (gel strenght) lebih rendah dan suhu leleh (gelling point) yang lebih rendah, namun memiliki viskositas yang relatif lebih tinggi dibandingkan gelatin mamalia. Gelatin ikan memiliki kekuatan gel dan suhu leleh yang rendah berhubungan dengan tempat dia hidup. Dimana umumnya kolagen yang berasal dari lingkungan temperatur rendah mempunyai kandungan asam amino (prolin dan hidroksiprolin) yang lebih rendah dari spesies yang hidup pada suhu yang lebih tinggi.

Dengan demikian gelatin yang diproduksi dari kolagen temperatur rendah mempunyai sejumlah ikatan hidrogen yang rendah dalam larutan air dan titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan gelatin yang dibuat dari mamalia.


Oleh : Mahrus Ali

Sumber: Mahrus Ali, Doni Muhamad Irawan dan Indra Kristiana. 2006. Isolasi Gelatin dari Limbah Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan Ikan Pangkol (Aluterus monoceros) sebagai Alternatif Penyedia Gelatin Halal. Laporan Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM, 2006).

Pengikut

About this blog

Blog ini dibuat oleh orang yang tertarik dan pengen belajar tentang perikanan dan produk olahannya. tapi bukan hanya untuk bahan makanan saja, melainkan untuk bidang-bidang yang lebih luas lagi seperti: farmasi, kosmetik, bioteknologi maupun untuk hal-hal teknis lainnya

Informasi penting:

Teknik Dasar Investasi Properti

Masukkan nama & email anda di sini dan dapatkan informasi properti diatas, GRATIS!

Nama:

Email:

Powered By Blogger

inFO..

Add to Technorati Favorites

aBouT mE..,

Saya Mahrus Ali, sekarang sedang belajar tentang ikan-ikan. Baik itu sebagai bahan baku pangan, industri, farmasi, kosmetik maupun bahan baku teknis lainnya.
Mahrus Ali's Profile | Create Your Badge
Mahrus Ali's Facebook Profile