Hidrolisat Protein Ikan

Pengertian


Hidrolisat protein ikan (HPI) adalah produk cairan yang dibuat dari ikan dengan penambahan enzim proteolitik dengan hasil akhir berupa campuran komponen protein. Berbagai sumber protein, baik protein nabati maupun protein hewani dapat digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan protein hidrolisat. Kelebihan penggunaan daging ikan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat protein adalah dagingnya berserat seperti hewan mamalia darat, tetapi seratnya lebih halus dan lebih pendek ukurannya, serta komposisi proteinnya cukup lengkap, sehingga dapat meningkatkan mutu produk akhir HPI.

Hidrolisat protein ikan merupakan pengembangan dari proses pembuatan konsentrat protein ikan dan silase. Dimana pada kedua produk tersebut protein yang diperoleh mempunyai sifat fungsional yang sangat rendah, sehingga pada umumnya produk yang dihasilkan hanya sebatas digunakan untuk pakan ternak. Oleh sebab itu, pengolahan ikan menjadi HPI diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan untuk produk pangan manusia.

Kwalitas produk hidrolisat protein dari bahan baku ikan ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan. Ikan yang mengandung banyak lemak akan menghasilkan hidrolisat dengan kandungan lemak tinggi, sehingga akan memperpendek masa simpan. Hal lain yang berpengaruh adalah jenis katalis (enzim hidrolase) yang digunakan. Hidrolisat protein yang dibuat dari ikan berlemak rendah (non fatty fish), mengandung protein 85-90%, lemak 2% dan abu 6-7% berdasarkan berat kering.

Teknologi pengolahan untuk memproduksi hidrolisat protein merupakan teknologi murah dan mesin pengolahnya telah tersedia komersial. Salah satu keuntungan terbesar dari produk ini adalah semua jenis hasil samping perikanan dan ikan-ikan rucah (bernilai ekonomis rendah) dapat digunakan untuk memproduksi hidrolisat dibanding produk-produk perikanan lainnya yang hanya dapat diproduksi dengan jenis-jenis ikan tertentu.

Hidrolisat protein ikan dapat diproduksi dengan menggunakan enzim protease untuk mencegah protein sehingga larut air. Pada studi pendahuluan kami tentang proses pembuatan hidrolisat protein ikan menggunakan ikan mujair yang di hidrolisis dengan enzim bromelin kasar 24% diperoleh rata-rata kandungan protein sebesar 52.6%, meningkat 3 kali lipat kadarnya dibanding kondisi segar.


Manfaat

Hidrolisat protein mempunyai peranan penting di dalam fortifikasi makanan dan minuman untuk memperkaya protein dan nilai gizi makanan, sehubungan dengan tingginya tingkat kelarutan dan daya cernanya. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan hidrolisat protein ikan secara luas sebagai bahan tambahan makanan dalam sup, kuah daging, rasa daging, makanan diet, penyedap sosis, biskuit, crackers, dan mayonaise. Hidrolisat protein ikan dapat memberikan nilai tambah bagi ikan dan memanfaatkan limbah laut yang secara normal tidak dapat digunakan untuk konsumsi manusia.

Hidrolisat protein ikan juga berguna sebagai bahan fortifikasi untuk memperkaya nilai gizi produk makanan suplemen terutama untuk anak-anak dan bahan pengganti albumin telur pada proses pembuatan es krim, agar-agar, serta secara fungsional dapat dikatakan sebagai bahan pengemulsi, pengembang dan bahan pengisi. Fungsi hidrolisat protein ikan dalam bahan pangan dapat dibuat sebagai penyedap karena hidrolisat protein mempunyai cita rasa yang menyenangkan dan dapat digunakan sebagai pengganti MSG.

Dalam perkembangannya, hidrolisat protein juga digunakan sebagai diet medis khusus seperti pada kasus pancreatitis, sindrom akibat kesulitan buang air besar, penyakit crohn, dan alergi akibat makanan. Dengan demikian juga diharapkan hidrolisat protein ini nantinya akan dikembangkan untuk menggantikan protein susu sapi yang pada sebagian orang/ bayi menimbulkan alergi.


Proses Pembuatan

Hidrolisat protein yang dibuat secara komersial sebagai penyedap makanan dapat menggunakan asam, basa atau enzim sebagai bahan penghidrolisisnya. Pada umumnya protein akan terhidrolisis dengan sempurna selama 16-24 jam dengan menggunakan asam atau basa kuat pada tekanan biasa (ruang). Meskipun demikian hidrolisis asam tidak menguntungkan, karena triptofan, asparagin, glutamin dan sejumlah asam amino lain hancur. Apabila menggunakan enzim, hidrolisis baru sempurna setelah beberapa hari pada kondisi yang terpilih dan terkontrol dengan baik.

Pada pembuatan hidrolisat protein, beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap kecepatan hidrolisis dan kekhasan produk, yaitu suhu, waktu hidrolisis, dan konsentrasi enzim yang ditambahkan, sedangkan tingkat kerusakan asam amino dipengaruhi oleh kemurnian protein dari bahan awal, serta kondisi dan jenis bahan penghidrolisis yang digunakan. Lama proses hidrolisis merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap mutu hidrolisat yang dihasilkan. Waktu hidrolisis yang berlebih menyebabkan jumlah peptida dan asam amino menurun dan jumlah padatan tidak fungsional meningkat. Bila hidrolisis dilakukan dengan sempurna maka akan diperoleh hidrolisat dengan 18 sampai 20 macam asam amino. Produk akhir hidrolisat protein dapat berupa cair, pasta atau bubuk yang bersifat higroskopis.

Beberapa metoda untuk memproduksi hidrolisat protein telah tersedia. Teknologi yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

(a) Hidrolisis asam

Ikan dibersihkan dari lendir dan kotoran lainnya, kemudian digiling. Ikan yang telah digiling tersebut selanjutnya dimasak dengan 2-6 N larutan asam kuat pada suhu 90-100°C selama 12-24 jam sampai semua produk terlarut sempurna. Kelemahan dari proses ini adalah produk yang dihasilkan menjadi sangat asam, sehingga perlu dinetralkan dengan alkali sampai pH 7. Tahap ini menyebabkan hidrolisat protein mengandung sejumlah besar garam. Selain itu, beberapa jenis asam amino menjadi rusak sehingga produk kehilangan nilai gizi.

b) Hidrolisis enzimatis

Di dalam industri, proses untuk memproduksi hidrolisat protein menggunakan proses enzimatis. Proses ini dipandang lebih sesuai dan lebih murah. Proses pengolahan juga lebih cepat dan memberikan hidrolisat protein tanpa kehilangan banyak asam amino esensial. Akan tetapi, enzim harus dipilih yang sesuai dengan proses tersebut. Pemilihan enzim tergantung kepada beberapa faktor seperti stabilitas, harga dan lain-lain. Hidrolisat kemudian disaring dan dikeringkan dengan pengering vakum dan/ atau spray drier sehingga produk yang dihasilkan berupa bubuk.

Penelitian yang berkembang mengenai pengolahan HPI adalah menggunakan proses enzimatis. Enzim proteinase dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan seperti papain, bromelin atau fisin, dari mikroorganisme, atau dari mamalia seperti pepsin dan tripsin. Kebanyakan hidrolisat protein memiliki rasa pahit. Sehingga beberapa jenis flavor digunakan dalam proses fortifikasi makanan untuk menutupi rasa pahit tersebut.


Prospek

Teknologi pengolahan hidrolisat protein ikan masih relatif baru, sehingga produk yang dihasilkan ditinjau dari hasil, mutu dan penerimaan organoleptik masih belum optimal. Hal ini bisa menyebabkan harga produk akan menjadi tinggi, sehingga tujuan peningkatan penggunaan produk perikanan dari HPI tidak akan tercapai. Dari segi mutu HPI juga masih mempunyai permasalahan diantaranya bubuk HPI yang dihasilkan bersifat higroskopis, sehingga akan membutuhkan metode penyimpanan tersendiri.

Dari tinjauan organoleptik, HPI juga masih mempunyai kendala seperti warna produk akhir yang kecoklatan serta mempunyai rasa pahit dan bau amis. Untuk mengatasi warna produk selama ini baru diupayakan penggunaannya disesuaikan dengan makanan yang akan diperkaya dengan HPI tanpa merugikan penampakan awal makanannya. Sedangkan untuk menutupi rasa pahit dan bau amis, maka dikombinasikan dengan berbagai flavor.
Berdasarkan paten yang telah terdaftar di Amerika Serikat ada dua metode yang mengklaim bahwa produk yang dihasilkan tidak berasa pahit atau berbau amis. Metode pertama, enzim yang digunakan adalah bromelin dan dengan kondisi proses yaitu suhu inkubasi 550C selama 15 menit. Sebelum dan sesudah proses enzimatis, dilakukan pasteurisasi pada suhu 800C untuk menginaktifkan enzim. Hidrolisat selanjutnya dikeringkan dengan pengering semprot. Produk yang dihasilkan mengandung 70% protein dan 25% lemak, mudah dilarutkan dalam air dan emulsinya stabil sampai beberapa hari.

Metode kedua menggunakan 2 tahap hidrolisis, yaitu setelah ditambahkan air dengan jumlah yang sama dengan daging ikan, kemudian dipanaskan sampai diatas 600C untuk menginaktifkan enzim endogenus. Sesudah 15 menit, suhu diturunkan kembali sampai 600C, pH diatur sampai 9 dan ditambahkan enzim proteinase yang stabil pada pH tinggi. Setelah inkubasi selama 1 jam, pH diatur sampai 5,5 dan ditambahkan enzim proteinase yang aktif pada pH rendah selama 1 jam. Selanjutnya hidrolisat disentrifuse untuk memisahkan cairan minyanya, dan dikeringkan dengan pengering vakum.

Proses hidrolisis yang singkat ditujukan untuk menghindari terbentuknya peptida yang menghasilkan rasa pahit. Beberapa metode juga telah dicoba diaplikasikan untuk menghilangkan rasa pahit selama proses hidrolisis, yaitu penambahan asam orthofosforat sebanyak 0.3%. Hal ini perlu diupayakan secara sungguh-sungguh mengingat kegunaan HPI yang cukup luas, serta HPI dapat diproduksi dari berbagai jenis ikan terutama dalam upaya pemanfaatan hasil samping pengolahan perikanan dan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis rendah.



Dihimpun dari berbagai sumber

Oleh: Mahrus Ali

Hidrokoloid



Hidrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, yang mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau mampu membentuk gel dari larutan tersebut. Akhir-akhir ini istilah hidrokoloid yang merupakan kependekan dari koloid hidrofilik ini menggantikan istilah gum karena dinilai istilah gum tersebut terlalu luas artinya.

Ada beberapa jenis hidrokoloid yang digunakan dalam industri pangan baik yang alami maupun sintetik. Jika ditinjau dari asalnya, hidrokoloid tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama, yaitu hidrokoloid utama, hidrokoloid utama termodifikasi dan hidrokoloid sintetik.

Sementara dari bahan baku yang lautan terdapat banyak pilihan bahan yang bisa dijadikan sebagai sumber hidrokoloid, bahan baku ini didominasi oleh beragam jenis algae. Terutama kelas rodhophyta. Seperti: agar (Glacilaria), alginat, algin, fulcelaran, dan karagenan (dari Euheuma cottonii dan Euchoma spinosum).

Pemilihan jenis hidrokoloid disamping dipertimbangkan berdasarkan penerapannya, juga sangat tergantung pada sifat-sifat koloid, sifat produk pangan yang dihasilkan dan faktor pertimbangan biaya. Sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis hidrokoloid ke hidrokoloid lainnya tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung 99,9% air tetapi mempunyai sifat lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas (elasticity) dan kekakuan (rigidity).

Gelasi atau pemebentukan gel merupakan fenomena yang menarik dengan sifat yang kompleks. Pada prinsipnya gel hidrokoloid terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air didalamnya. Terjadi ikatan silang pada polimer-polimer yang terdiri dari molekul rantai panjang dalam jumlah yang cukup maka akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang kontinu sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu.


Ditulis ulang dari berbagai sumber
Oleh : Mahrus Ali

Gelatin Ikan



Telah diketahui secara umum bahan baku dalam pembuatan gelatin adalah berasal dari tulang dan kulit mamalia seperti babi dan sapi. Namun belakangan ini telah menjadi kontroversi dan kekhawatiran banyak orang karena selain babi merupakan pantangan bagi umat Hindu, Yahudi dan Islam namun juga timbulnya resiko keamanan apabila bahan baku gelatin berasal dari babi dan sapi yaitu bagi sebagian orang takut akan adanya penyakit sapi gila (mad cow disease), penyakit mulut dan kuku (foot and mouth disease) dan bovine spongiform encephalopathy (BSE) yang dapat ditularkan pula melalui gelatin yang berasal dari babi dan sapi.

Oleh karena itu penelitian mencari sumber gelatin selain dari sapi dan babi merupakan hal yang sangat penting. Bahan baku dalam pembuatan gelatin dapat berasal dari ikan terutama dari kulitnya dan sebagian kecil dari tulang ikan.

Gelatin yang berasal dari ikan cenderung lebih aman dan bahan bakunya pun melimpah, hal ini didukung oleh industri perikanan yang senantiasa berkembang dan menghasilkan limbah dalam bentuk kulit dan tulang. Gelatin tulang dan kulit ikan mempunyai komposisi asam amino serupa, dengan total asam amino sekitar 21,5%. Bahan baku yang berasal dari ikan biasanya diproses dengan tipe A (hidrolisis asam).

Perbedaan utama dari gelatin ikan dan gelatin mamalia seperti babi dan sapi adalah : gelatin ikan memiliki kekuatan gel (gel strenght) lebih rendah dan suhu leleh (gelling point) yang lebih rendah, namun memiliki viskositas yang relatif lebih tinggi dibandingkan gelatin mamalia. Gelatin ikan memiliki kekuatan gel dan suhu leleh yang rendah berhubungan dengan tempat dia hidup. Dimana umumnya kolagen yang berasal dari lingkungan temperatur rendah mempunyai kandungan asam amino (prolin dan hidroksiprolin) yang lebih rendah dari spesies yang hidup pada suhu yang lebih tinggi.

Dengan demikian gelatin yang diproduksi dari kolagen temperatur rendah mempunyai sejumlah ikatan hidrogen yang rendah dalam larutan air dan titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan gelatin yang dibuat dari mamalia.


Oleh : Mahrus Ali

Sumber: Mahrus Ali, Doni Muhamad Irawan dan Indra Kristiana. 2006. Isolasi Gelatin dari Limbah Ikan Tuna (Thunnus sp.) dan Ikan Pangkol (Aluterus monoceros) sebagai Alternatif Penyedia Gelatin Halal. Laporan Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM, 2006).

Petis Ikan dari Hasil Samping Pemindangan


Ikan pindang merupakan hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil olahan ikan tradisional ikan pindang menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Pemindangan adalah salah satu cara pengawetan ikan yang merupakan kombinasi dari penggaraman dan perebusan., tujuan dari proses pemindangan adalah untuk menghambat aktifitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktifitas enzim.

Proses pemindangan ini menghasilkan limbah (hasil samping) dalam proses pengolahannya, yaitu berupa sisa rebusan ikan dalam bentuk air. Cairan ini selama ini dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan petis ikan. Petis ikan adalah produk yang berwarna hitam dengan aroma khas dan bertekstur lunak yang dapat memberi rasa sedap pada masakan.

Pendapat lain mengatakan bahwa petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang dibuat dari produk sampingan pemindangan yang dipanasi hingga cairan kuah menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Dalam pengolahan selanjutnya, petis ditambah karamel gula batok. Ini menyebabkan warnanya menjadi coklat pekat dan rasanya manis.
Berdasarkan bahan baku yang digunakan, petis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu petis yang pengolahannya berasal dari sari ikan/ udang. Pada waktu pengolahan ebi atau sari ikan dari pembuatan pindang dan petis yang khusus dibuat dari daging ikan atau daging udang.

Proses pembuatan petis sebagai berikut :
• Ekstrak ikan atau udang disaring terlebih dahulu.
• Irisan gula merah ditambahkan ke dalam ekstrak tersebut dengan perbandingan 500 gram gula untuk setiap 1 kg ekstrak. Campurkan gula dan ekstrak tersebut dijerang di atas api yang tidak terlalu besar.
• Sebelum campuran ekstrak ikan atau udang dan gula mengental, dilakukan penyaringan kedua untuk membersihkan kotoran yang ada.
• Sementara itu, kita menyiapkan air tajin. Air tajin kemudian dicampurkan ke dalam adonan petis yang sedang direbus
• Apabila campuran adonan tadi sudah agak mengental, ditambahkan garam secukupnya ke dalam adonan tersebut.
• Adonan tersebut dijerang sampai terbentuk pasta yang kental.
• Petis yang telah mengental diangkat sambil tetap diaduk dan dikipasi.
• Setelah dingin petis kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dipasarkan.
Komposisi gizi pada petis yang ada di pasaran sangat bervariasi tergantung dari bahan baku yang digunakan dan cara pembuatannya. Kandungan unsur gizi dalam petis udang dan petis ikan : Energi 151,0 kkal Air 56,0% Protein 20%, Lemak 0.2% Karbohidrat 24%, Kalsium 37(mg)Fosfor, 36 (mg), Besi 2.8 (mg)Sumber: Direktorat Gizi (1996)

Ciri-ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya coklat kehitaman, berbau sedap, kental tetapi sedikit encer dari margarin. Petis yang terlalu liat dapat dicurigai terlalu banyak mengandung tepung kanji. Selain itu rasa dan bau ikan atau udang pada petis masih dapat dikenali dengan mudah serta teksturnya halus dan mudah dioleskan.

Cita rasa gurih pada petis berasal dari dua komponen utama, yaitu dari peptida dan asam amino yang terdapat pada ekstrak serta dari komponen bumbu yang digunakan. Asam amino glutamat pada ekstrak merupakan asam amino yang paling dominan menentukan rasa gurih. Sifat asam glutamat yang terdapat pada ekstrak ikan, udang atau daging sama dengan asam glutamat yang terdapat pada MSG yang berbentuk bumbu penyedap rasa.


Oleh : Mahrus Ali

Diadaptasi dari Laporan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM 2007): Mahrus Ali dkk. 2007. Pembuatan penyedap makanan (flavour) dari pasta ikan hasil samping proses pemindangan.

Kimiawi dan Manfaat Gelatin

Kimiawi Gelatin

Gelatin adalah suatu protein yang unik, jernih dan menyediakan banyak asam amino penting. Gelatin bukanlah hasil modifikasi kimia, tidak diproduksi dari modifikasi genetika, gelatin seluruhnya alami. Dalam bentuk kering padat, gelatin merupakan suatu material padat yang rapuh, sedikit menguning seperti madu, dengan kelembaban sekitar 10%. Gelatin komersil berbentuk butiran kecil dengan ukuran seperti pasir atau gula.

Gelatin adalah satu-satunya protein alami yang banyak digunakan untuk kepentingan komersial. Gelatin mempunyai kemampuan untuk memproduksi gel jernih yang bersifat thermoreversibel dan dalam bentuk gel, gelatin mempunyai sifat unik yaitu dapat meleleh pada suhu tubuh, sehingga gelatin dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan baik untuk pangan ataupun non pangan. Selama ini belum ada bahan alternatif yang mampu menggantikan gelatin dengan hasil yang memuaskan bagi konsumen.

Sifat gelatin diantaranya adalah mudah larut dalam air, terutama dalam air hangat dengan suhu kurang lebih 400C gelatin akan tercampur secara homogen. Gelatin juga dapat larut dalam ’aqueous solution’ dengan alcoholpolyhydric seperti gliserol, propilene glikol, sorbitol. Keduanya biasanya digunakan untuk memperkuat film yang terbuat dari gelatin. Gelatin juga memiliki sifat perekat, dimana dahulu gelatin telah digunakan secara umum sebagai lem contohnya pada industri farmasi dan confectionery sebagai tablet.
Sifat gelatin yang terpenting dan membuatnya banyak digunakan dalam berbagai bidang adalah kemampuan gelnya. Dalam beberapa kasus kemampuan gel berarti kemampuan menyerap air. Gelatin mempunyai kemampuan gel secara termal dengan air yang bersifat reversibel. Contohnya pada produk jelly, daging kaleng dan dalam produk confectionary gelatin digunakan sebagai pembentuk gel pada produk gummy.


Aplikasi Gelatin

Gelatin amat luas pemanfaatannya dalam berbagai bidang yaitu banyak digunakan dalam produk pangan, fotografi dan farmasi. Hal ini tak lepas dari sifatnya yang memiliki kemampuan membentuk gel transparan dan lapisan fleksibel yang mempunyai sifat mudah dicerna, mudah larut dalam air panas, mampu membentuk aksi pengikatan yang unik dan merupakan bahan alami yang mengandung asam amino tinggi. Gelatin bersifat serba bisa, yaitu sebagai bahan pengisi, pemerkaya gizi, pengatur elastisitas, sebagai pengawet, humektan, dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya tinggi dan dapat diatur.

Diantara beberapa kegunaan gelatin adalah sebagai berikut :

a. Produk pangan. Sebagai zat pengental, penggumpal, secara umum elastizer, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pemerkaya gizi, pengawet.

b. Daging olahan. Untuk meningkatkan daya ikat air/ rendemen, konsistensi, tekstur dan stabilitas produk seperti pada sosis, kornet ham, dan lainnya.

c. Susu olahan. Untuk memperbaiki tekstur, konsistensi, stabilitas produk dan menghindari sineresis pada yoghurt, es krim, susu asam, keju.

d. Bakery. Untuk menjaga kelembaban produk, tekstur, sebagai perekat, bahan pengisi.

e. Minuman. Sebagai penjernih sari buah (juice), bir dan wine.

f. Buah-buhan. Sebagai pelapis (melapisi pori-pori buah sehingga terhindar dari kekeringan dan kerusakan oleh mikroba) untuk menjaga kesegaran dan keawetan buah.

g. Farmasi. Pembungkus kapsul atau tablet obat, sebagai mikroenkapsulasi vitamin dan mineral serta premix agar awet.

h. Film dan Fotografi. Membuat film menjadi lebih sensitif, sebagai pembawa dan pelapis zat warna film.

i. Kosmetika. Digunakan untuk menstabilkan emulsi pada produk-produk shampo, penyegar dan pelindung kulit (lotion/ emulsi cream), sabun (terutama yang cair), lipstik, cat kuku, busa cukur, krim pelindung sinar matahari, dan lainnya.

j. Kedokteran/ kesehatan. Gelatin sol untuk produk minuman sehat, produk diet, infus.

k. Permen dan coklat. Untuk mengatur konsistensi produk, mengatur dan produk sejenisnya daya gigit dan kekerasan serta tekstur produk, mengatur kelembutan dan daya lengket di mulut.

i. Bidang teknis. Gelatin banyak digunakan sebagai campuran untuk korek api, perekat untuk lapisan kertas dan mikroenkapsulasi.


Oleh : Mahrus Ali

Gelatin : Protein yang Unik


Nama gelatin merupakan turunan dari Bahasa Latin “gelatus” yang berarti kaku atau beku. Gelatin pertama kali digunakan sebagai bahan pangan pada masa Napoleon ketika digunakan sebagai sumber protein bagi tentara Prancis selama blokade Inggris. Gelatin diproduksi secara komersial pertama kali di Belanda tahun 1685, kemudian berlanjut di Inggris tahun 1700 dan produksi komersial gelatin pertama kali di Amerika Serikat adalah di Massachussettes pada tahun 1808.

Dalam National Formulary Gelatin USA, gelatin didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit, jaringan penghubung putih dan tulang binatang. Gelatin tidak ditemukan bebas di alam, dan tidak bisa dihasilkan dari tanduk dan bagian lain binatang yang tidak mengandung kolagen. Gelatin tidak bisa dihasilkan dari tanaman dan tidak ada persamaan secara kimiawi antara gelatin dan bahan lain yang disebut ”vegetable gelatin” seperti ekstrak rumput laut. Gelatin merupakan suatu polipeptida yang memiliki berat molekul tinggi.

Gelatin terdiri dari 300 sampai 4.000 rantai asam amino terutama glycine dan proline/ hydroxyproline. Gelatin diperoleh dari kolagen binatang yang sebagian besar dari babi atau sapi, tetapi ada yang tersedia khususnya dari ikan. Kolagen dihidrolisis dengan cara dididihkan dan mengkonversikannya ke dalam bentuk gelatin. Terdapat dua jenis gelatin berdasar proses pembuatannya yaitu proses asam (gelatin tipe A) dan proses bersifat alkali (gelatin tipe B). Sifat keduanya serupa tetapi tipe A berinteraksi secara negatif dengan polimer anionik lainnya, seperti karagenan.

Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan. Gelatin digunakan oleh Industri farmasi, kosmetik, fotografi dan industri pangan sebagai bahan pengental, penstabil emulsi dan fungsi lainnya. Jelly, hard capsule, soft candy, cake, pudding, susu yoghurt, film fotografi, pelapis kertas, tinta inkjet, korek api, gabus, pelapis kayu untuk interior, karet plastik, semen, kosmetika adalah contoh-contoh produk industri yang menggunakan gelatin. Gelatin diperoleh dari kulit dan tulang binatang yang memiliki kemurnian tinggi untuk digunakan pada bahan pangan. Gelatin mengandung dua protein yaitu ossein yang terdapat pada tulang dan kolagen yang mengandung skleroprotein yang terdapat pada otot.

Sebagai protein, gelatin tersusun atas rangkaian asam amino yang unik. Kekhususan struktur gelatin adalah tingginya kandungan asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Gelatin mengandung sejumlah 18 asam amino spesifik yang berbeda dan bekerja sama berurutan untuk membentuk rantai polipeptida dengan 1000 asam amino setiap rantai. Sebanyak 3 rantai polipeptida terbentuk bekerja sama sebagai spiral sisi kiri untuk memberi struktur sekunder. Dalam struktur tersier, spiral menggulung dan melipat sendiri pada sisi kanan (triplehelix). Ini membentuk molekul bentuk tangkai, yang disebut protofibril. Menurut Gelatin Manufacturer in Asia Pasific /GMAP (2005), gelatin merupakan protein yang kurang lengkap, karena tidak terdapat triptophan dan sistin serta sedikitnya kandungan methionin. Namun bagaimanapun, gelatin telah umum dikombinasikan dengan makanan lain dan bila diseimbangkan dengan protein lain yang biasa terdapat dalam menu makan, maka keduanya akan menyediakan nutrisi tambahan yang baik dan bernilai tinggi bagi tubuh. Contohnya gelatin merupakan sumber asam amino esensial lisin yang bagus, yang biasanya dalam makanan jumlahnya sedikit seperti pada produk sereal.


Oleh: Mahrus Ali

Snack dari Tulang Ikan, Ada?


Snack dari tulang ikan atau fish bone snack merupakan makanan ringan yang diolah dengan metode cooking vakum dalam pressure cooker untuk melunakkan tulang ikan sebagai bahan bakunya. kemudian hasil rebusn tersebut goreng.

Meskipun dalam pembuatannya snack tulang ikan ini sederhana dan relatif mudah, namun produk ini memang belum begitu dikenal oleh masyarakat. hal ini wajar saja karena selma ini tulang ikan dikenal hanya dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan tepung, yang ujung-ujungnya untuk pakan ternak. Padahal nilai gizi dari tulang ikan lebih-lebih ikan yang hidup dalam perairan dalam (deep sea) dikenal memiliki khasiat untuk kesehatan manusia. sehingga usaha untuk membuat pangan dari bahan dasar tulang ikan hendakanya dilakukan, salah satunya dengan membuat produk diversifikasi menjadi fish bone snack.

Tulang ikan baik yang dari toleostei (ikan bertulang sejati) ataupun dari elasmobranchi (ikan bertulang rawan) secara umum adalah bentuk jaringan penyambung padat yang terspesialisasi, matriksnya lentur dan luwes. Matriks tulang terdiri dari bahan organik dan anorganik. Sebagian besar bahan organik penyusun tulang adalah kalsium dan fosfor, sebagian kecil ditemukan unsur magnesium, kalium, natrium, sedangkan bahan organik terdiri dari serabut kolagen dan zat amorf yang mengandung glikosaminoglikan yang berhubungan dengan protein. Kalsium yang berasal dari hewan yaitu trikalsium sulfat dari tulang ikan sangat ideal untuk tubuh manusia. Rasio kalsium dan fosfat pada tulang manusia terdiri atas 1 : 2 dalam bentuk kompleks trikalsiumfosfat dan ini sangat sesuai dengan rasio Trikalsiumfosfat tulang ikan (1 : 2). Sebagai contoh, berdasarakan penelitian kandungan utama tulang ikan adalah kalsium karbonat, sodium klorida (garam), kalsium fosfat, garam magnesium dan mikro trace elemen yang berlimpah.

Pada pembuatan produk ini, prinsipnya yaitu dengan melunakkan tulang ikan terlebih dahulu. Untuk melakukannya maka diperlukan suatu alat yang dapat memasak dengan menggunakan tekanan, sehingga tulang menjadi lunak. Biasanya alat ini disebut juga pressure cooker. Jika sudah lunak, maka siap untuk diberi tepung dan bumbu lalu digoreng.

Cara memasaknya menggunakan panci bertekanan (orang lebih mengenalnya dengan alat pembuatan presto), Memasak dengan tekanan bergantung pada uap, prosesnya tidak semudah metode memasak dengan uap yang sedikit, seperti memanggang, menggoreng, dan lain sebagainya. Biasanya tekanan yang digunakan sebesar 15 psi, yaitu standar yang dikeluarkan USDA pada tahun 1917. Dengan tekanan ini air akan mendidih pada suhu 1250C. Dengan temperatur yang lebih tinggi akan membuat makanan masak lebih cepat. Namun demikian, perlu diatur derajat suhu pemasakan agar proses pelunakan berjalan optimal dan tidak merusak produk.



Oleh: Mahrus Ali

Oligomer Kitosan

Kitooligosakarida atau disebut juga oligomer kitosan merupakan produk hasil depolimerisasi kitosan yang terjadi melalui proses hidrolisis secara kimiawi atau secara enzimatis. Hidrolisis kitin/ kitosan secara kimiawi umumnya menyebabkan depolimerisasi yang sulit dikontrol dan terlalu banyak menghasilkan monomer serta menghasilkan oligosakarida dengan derajat polimerisasi (DP) yang rendah (DP berkisar antara 2 hingga 5) yang diakibatkan oleh rendahnya efisiensi dan pemotongan. Proses depolimerisasi secara enzimatis kemudian banyak mendapat perhatian, karena produk yang dihasilkan lebih seragam dan prosesnya lebih mudah dikontrol.
Manfaat oligomer kitosan di bidang kesehatan telah banyak dilaporkan, antara lain dapat menghambat pembentukan sel kanker pada, memiliki sifat anti bakteri dan anti kapang dan lainnya. Dibandingkan dengan kitosan yang larut dalam asam, produk ini lebih mudah diserap tubuh karena bersifat larut dalam air. Dengan sifat biofungsionalnya, kitooligosakarida semakin populer dan kini telah tersedia di pasaran produk makanan suplemen yang berbahan dasar kitin/ kitosan oligomer, dengan klaim perbaikan sistem imun, pengontrol kolesterol, perbaikan fungsi hati dan penurunan tekanan darah yang diproduksi oleh beberapa industri farmasi di AS, Thailand dan Korea.
Kitosan oligomer memiliki nilai jauh lebih besar daripada kitosan (bentuk polimer) atau glukosamin (bentuk monomer). Pasar dunia menyebutkan bahwa kitooligosakarida memiliki harga $60.000/ton, sedangkan dalam bentuk polimer dan monomernya produk tersebut memiliki harga $10.000/ton. Oleh karena itu kitosan dan derivatnya cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia, mengingat nilai tambah dan ketersediaan bahan bakunya, yaitu limbah krustasea, cukup besar. Ketersediaan limbah krustasea diperkirakan mencapai 112.208 ton/ tahun. Sebagian kecil telah dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada pakan hewan/ ternak.
Beberapa jenis enzim dilaporkan dapat menghidrolisis kitosan menjadi oligomernya seperti lipase, selulase, lizosim, tannase dan papain, namun di antara jenis-jenis enzim tersebut kitosanase selama ini dikenal sebagai enzim yang paling efektif memecah kitosan.
Informasi mengenai bioaktivitas produk hasil hidrolisis kitosan sangat penting terkait dengan aplikasi produk tersebut sebagai bahan baku produk farmasi, misalnya sebagai food supplement. Glukosamin yang merupakan bentuk monomer dari kitosan dilaporkan memiliki kemampuan sebagai antitumor. Spesifikasi produk hasil hidrolisis kitosan secara enzimatis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis enzim yang digunakan, rasio enzim/substrat, konsentrasi substrat, derajat deasetilasi kitosan dan lama inkubasi. Karena enzim bersifat spesifik, maka enzim yang berbeda akan menghasilkan hasil hidrolisis dengan komposisi oligomer yang berbeda pula.

Oleh : Mahrus Ali

Rumput Laut: Bahan Baku Karaginan

Karaginan adalah salah satu hasil olahan rumput laut kering. Karaginan merupakan senyawa komplek polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap unit galaktosa mengikat gugusan sulfat.

Didasarkan pada streotipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu iota- karaginan, kappa-karaginan, dan lambda-karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap protein. Kappa-karaginan menghasilkan gel yang kuat , sedangkan iota-karaginan membentuk gel yang halus dan mudah dibentuk. Selain itu, masing-masing karaginan juga dihasilkan oleh jenis rumput laut yang berbeda.

Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid dari rumput laut yang sampai sekarang penting dalam industri pangan, yang dipasaran merupakan tepung berwarna kekuning-kuningan, mudah larut dalam air, membentuk larutan kental atau gel.
Kegunaan karaginan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Karaginan digunakan dalam beberapa industri makanan (kue, roti, makaroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim), industri farmasi (pasta gigi dan obat), serta kosmetik, tekstil dan cat.
Dasar penggunaan karaginan dalam industri pangan adalah kemampuannya untuk membentuk gel dengan ion-ion tertentu. Karaginan sebagai hidrokolid mempunyai reaktifitas yang tinggi dengan makromolekul zat lain seperti tapioka, gula.

Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator, thickener (bahan pengental), gelling agent (pembentukan gel) dan pengemulsi. Pada umumnya karaginan dapat melakukan interaksi dengan makromolekul bermuatan, misalnya protein sehingga mampu menghasilkan berbagai jenis pengaruh seperti peningkatan viskositas dan pembentukan gel.

Kemasan yang dapat dimakan

Edible film merupakan alternatif bahan pengemas pangan yang dalam 10 tahun terakhir mendapat perhatian serius dari para ahli pangan. Edible film ini dikembangkan sebagai pengganti bahan pengemas sintetis seperti polyethilene, polystilene dan polyvinilchoride yang banyak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi lingkungan karena tidak dapat terdegradasi secara biologis.
Edible film didefinisikan adalah pembungkus yang dapat dimakan. Karena digunakan untuk membungkus bahan pangan makanya harus aman dan saniter. Edible film mempunyai potensi besar dalam berbagai macam penggunaan, dapat melapisi permukaan makanan, memisahkan komponen-komponen yang berbeda, atau berperan kantong atau pembungkus.
Meskipun edible film tidak dapat mengganti secara total fungsi dari pengemas sintetik, namun edible film memiliki potensi untuk mengurangi bahan pengemas sintetik. Edible film secara umum dapat didefinisikan sebagai lapisan tipis yang dibuat dari bahan-bahan yang layak untuk dimakan, yang dilapiskan pada permukaan bahan yang dikemas. Penggunaannya sebagai pembungkus misalnya pada permen, sosis, dodol dan lain-lain.
Komponen utama penyusun edible film dapat yaitu hidrokoloid, lemak, dan campuran/ kombinasi keduanya. Edible film golongan hidrokoloid dapat dibuat dari polisakarida (selulosa, modifikasi selulosa, tapioka, agar, alginat, pektin, dekstrin), protein (kolagen, gelatin, putih telur), Termasuk dalam golongan lipid yaitu edible film yang dibuat dari lilin, gliserol dan asam lemak.
Salah satu sifat pembentuk edible film yang baik adalah adanya hidrokoloid, dimana proteksi bahan edible film ini terhadap rembesan gas dan flavor juga cukup baik. Memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap daya tahan lemak dan minyak, akan tetapi sangat mudah ditembus oleh uap air. Edible film sebagai bagian dari bahan pangan harus mempunyai komposisi yang dapat mendukung dan dapat diterapkan pada produk pangan yang diinginkan. Sifat fungsional, organoleptik, nutritional dan mekanik dari edible film dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan-bahan kimia tertentu, misalnya antioksidan, antimikroba, asam organik, nutrisi tambahan, flavor, pewarna dan lain-lain.
Keuntungan penggunaan edible film dibandingkan pengemas tradisional dan pengemas sintetik antara lain :
a. Edible film dapat dikonsumsi dengan produk yang dikemas, tidak menimbulkan efek beracun.
b. Jika tidak dimakan, edible film dapat memberikan konstribusi yang baik pada lingkungan karena tidak menimbulkan polusi, dapat didegradasi oleh alam
c. Edible film dapat mempertinggi sifat organoleptik pada beberapa komponen makanan seperti flavor, warna dan kemanisan.
d. Dalam edible film dapat ditambahkan bahan tambahan yang bergizi untuk meningkatkan kualitas edible film.
e. Edible film dapat diletakkan/digunakan antar bagian makanan atau pada permukaan makanan.
f. Bahan bakunya murah dan teknologi pembuatannya sederhana.

Teknik Aplikasi Edible Film
Teknik asplikasi edible film dalam dunia industri adalah sebagai berikut :
1. Pencelupan (dipping)
Teknik ini biasanya digunakan pada produk yang memiliki permukaan kurang rata. Setelah pencelupan, kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang. Kemudian produk dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik ini telah diaplikasikan pada produk daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran.
2. Penyemprotan (Spraying)
Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis dan lebih seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk yang memiliki dua sisi permukaan, contohnya pizza.
3. Pembungkusan (cashing)
Teknik ini digunakan dengan cara membuat film sendiri yang terpisah dari produk. Teknik ini diadopsi dan dikembangkan dari teknik pembuatan edible non film.
4. Pengolesan (brushing)
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan edible coating pada produk. Edible film sebagai edible coating dapat digunakan untuk bahan makanan yang mudah mengalami oksidasi. Aplikasi lainnya adalah dalam mereduksi migrasi lipid seperti dalam industri coklat.
Food adiditive seperti flavor, agen antimicrobial, antioksidan dan warna dapat disatukan dalam edible film dan digunakan untuk mengontrol lokasi atau derajat pelepasan aditif dalam bahan makanan.

Kolagen dari Ikan: Berpotensi sebagai Bahan Masker


Kegiatan industri perikanan sejak di tempat pendaratan sampai ke tempat pengolahan ikan umumnya selalu menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, baik limbah cair maupun limbah padat. Limbah cair biasanya mengandung bahan organik yang larut air (darah, lendir, drip), dan tidak larut air (lemak). Sedangkan limbah padat organik kebanyakan berupa kepala, insang, isi perut, tulang, sirip, kulit dan sisik.

Padahal sisik ikan yang terbuang masih dapat dimanfaatkan karena banyak senyawa kimia yang terkandung dalam sisik ikan, antara lain adalah 41-84% merupakan portein organik (kolagen dan ichtylepidin) dan sisanya merupakan residu mineral dan garam inorganik seperti magnesium karbonat dan kalsium karbonat. Komponen besar yang terdapat di sisik ikan antara lain adalah 70 % air, 27% protein, 1 % lemak, dan 2 % abu. Senyawa organik terdiri dari 40%-90% pada sisik ikan dan selebihnya merupakan kolagen, tanpa memperhatikan spesies ikan tersebut. Saat ini sisik ikan dalam jumlah besar dapat diperoleh dari limbah buangan penjualan ikan atau perusahaan pengolahan ikan. Akan tetapi, pemanfaatan sisik ikan masih rendah.

Kolagen merupakan bagian protein yang melimpah dalam tubuh mamalia termasuk manusia, terdapat sekitar 25% dari total protein. Kolagen banyak ditemukan pada kulit dan tulang, sedikit terdapat di otot (Coultate, 1999). Kolagen merupakan bagian dari protein serat atau protein fibrosa yang memiliki beberapa rantai polipeptida yang dihubungkan oleh berbagai ikatan silang membentuk triple helix.

Kolagen merupakan bagian dari protein berjenis stroma. Protein ini tidak dapat diekstrak dengan air, larutan asam, alkali atau larutan garam pada konsentrasi 0,01 – 0,1. Kolagen dapat mengembang karena daya ikat pada struktur molekulnya melemah saat diberikan perlakuan pH di bawah 4 atau dinaikkan sampai pH 10.
Kolagen banyak dimanfaatkan dalam bidang medis dan kosmetik. Meskipun gel yang dihasilkan kolagen ikan bukan merupakan gel yang kuat, tetapi dapat digunakan dengan baik untuk aplikasi industri, contohnya seperti micro-encapsulasi dan edible film.

Kolagen pada tubuh memiliki fungsi sebagai perekat untuk menyangga tubuh agar tetap dapat menyambung, tanpa adanya kolagen maka tubuh akan terpisah-pisah. Kolagen yang telah dihidrolisa dapat digunakan sebagai sampo, conditioner, poerawatan rambut, leave-in, styling products, sabun, body lotion, perawatan tubuh, pembersih, penyegar, pelembab wajah, perawatan wajah, alas bedak, mascara, lipstik, dan kosmetika warna.

Kolagen dapat dimanfaatkan secara meluas dalam bedah kosmetik dan dapat digunakan untuk mengobati pasien yang terluka bakar pada kulit. Kolagen dapat dikombinasikan dengan silikon, fibroblast, dan substansi lainnya, berguna sebagai kulit tiruan untuk mengatasi masalah kulit terbakar

Kolagen memiliki kemampuan untuk memberikan sifat elastis pada kulit, dan dapat mengurangi keriput yang terajdi sebagai efek dari penuaan. Kolagen juga banyak ditemukan di kornea mata dalam bentuk kristal.

Dalam bidang kosmetik, kolagen dapat diaplikasikan dalam bentuk masker untuk mengencangkan kulit. Manfaat dari pemakaian masker adalah untuk menyegarkan, memperbaiki serta mengencangkan kulit wajah. Selain itu melancarkan peredaran darah, merangsang kembali kegiatan sel-sel kulit, mengangkat sel tanduk yang telah mati, sehingga merupakan pembersih yang paling efektif. Melihat manfaat dari masker tersebut maka akan lebih baik bila dilakukan secara teratur. Masker dapat berupa bubuk, masker transparan, serta bentuk lain. Penggunaan masker pada wajah memiliki beberapa manfaat. Selain melembutkan kulit , fungsi masker adalah membuka pori-pori yang tersumbat karena kotoran, debu, maupun sisa kosmetik yang tidak bisa hilang karena pembersih biasa. Masker juga dapat mengembalikan kelembaban dan kehalusan kulit.

Pada umumnya masker dapat terbuat dari kolagen, sebab jaringan kulit terdiri dari 75% serat kolagen yang penting untuk menjaga elastisitas, kelembaban, dan kekencangan kulit. Produksi kolagen yang paling tinggi adalah ketika pada usia muda sehingga kulit menjadi halus, kencang dan sehat. Sayangnya, pada usia mencapai 25 tahun ke atas, produksi kolagen menurun sekitar 1,5% setiap tahunnya. Sejak saat itu, para ilmuwan menjadi tahu bahwa berkurangnya kolagen pada kulit sebagai faktor utama wajah terlihat tua, kering, tidak bercahaya, dan berkerut.

Pigmen Karotenoid (1)

Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, atau merah orange, mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air. Karotenoid banyak ditemukan pada kulit, cangkang dan kerangka luar (eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti molusca (calm, oyster, scallop), crustacea (lobster, kepiting, udang) dan ikan (salmon, trout, sea beam, kakap merah dan tuna). Karotenoid juga banyak ditemukan pada kelompok bakteri, jamur, kapang, ganggang dan tanaman hijau.

Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena, dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C1 dan C5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah.

Struktur dasar pigmen karotenoid dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :


-C=CH-CH=CH-C=CH-------------------------CH=C-CH=CH-CH=C-
CH3 CH3 CH3 CH3

Struktur Dasar Pigmen Karotenoid


Karotenoid dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu karoten, xantofil (yang merupakan turunan ooksi dan hidroksi), ester xantofil dengan asam lemak dan asam-asam karotenoid. Karotenoid mempunyai sifat-sifat tertentu diantaranya tidak larut dalam air, larut sedikit dalam minyak, larut dalam hidrokarbon alifatik dan aromatik seperti heksana dan benzena serta larut dalam terklorinasi seperti kloroform dan metilen klorida

Karotenoid harus selalu disimpan dalam ruangan gelap (tidak ada cahaya), tidak mengandung nitrogen dan dalam ruangaan vakum, suhu -200C. Karotenoid yang terbaik disimpan dalam bentuk padatan kristal dan didalamnya terdapat pelarut hidrokarbon seperti petroleum, heksana atau benzena, hal ini bertujuan untuk meminimalkan resiko kontaminasi dengan air sebelum dianalisa lebih lanjut.

Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya karotenoid dapat dogolongkan dalam dua kelompok pigmen yaitu karoten dan xantofil. Karoten mempunyai susunan kimia yang hanya terdiri dari C dan H seperti alfa, beta gamma karoten. Sedangkan xantofil terdiri dari atom-atom C, H dan O. Contoh senyawa yang termasuk dalam xantofil antara lain : cantaxanthin, astaxanthin, rodoxanthin dan torularhodin. Sebenarnya xantifil menurut pengelompokannya turunan karoten yang mengandung oksigen didalam struktur molekulnya.

Senyawa Turunan Kitosan untuk Obat

Akhir-akhir ini ada kecenderungan masyarakat yang semakin meningkat untuk kembali menggunakan bahan-bahan alami sehingga terjadi perkembangan yang pesat terutama pada industri farmasi, kosmetik maupun pangan berbasis bahan alam. Salah satu produk makanan kesehatan yang menggunakan bahan alami yaitu kitosan, tersedia dalam bentuk polimer maupun dalam bentuk oligomer.

Produk-produk ini umumnya merupakan produk impor dengan klaim memiliki berbagai manfaat untuk kesehatan dan harganya sangat tinggi. Berdasarkan data dari perusahaan farmasi dari China harga oligomer kitosan sebesar 70.000US$/ ton (Hubei Yufeng Bioengineering Co.; Ltd, 2008), sementra dalam bentuk polimernya berkisar 10.000US$/ ton.

Perkembangan industri perikanan semakin maju pesat dari tahun ke tahun, hal ini tidak hanya memberikan devisa yang tinggi bagi negara, tapi juga menyisakan limbah yang cukup tinggi dan selama ini belum dikelola secara optimal sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Salah satunya adalah industri pengolahan crustasea (udang-udangan).

Limbah pengolahan udang berkisar antara 30-75% dari berat udang. Selama ini pemanfaatannya masih terbatas pada pengolahah tradisional, padahal limbah udang mengandung senyawa karbohidrat tinggi sehingga perlu ditingkatkan nilai ekonomisnya menjadi produk yang lebih marketable seperti kitin-kitosan.

Kitosan merupakan suatu polisakarida linear yang terbentuk dari ß-1,4-yang berikatan dengan D-glukosamin dengan beberapa gugus N-asetil. Kitosan ini secara alami diperoleh dengan proses asetilasi dari beberapa macam polimer dan yang paling banyak adalah D-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin. Kitosan ditemukan pada beberapa organisme seperti fungi, kulit krustasean, tanaman dan lainnya.

Pemanfaatan polimer kitosan kurang optimal, hal ini dikarenakan panjangnya rantai polimer kitosan yang mengakibatkan sulit larut dalam air. Sehingga mulai dikembangkan beberapa usaha dalam memotong ikatan polimer kitosan menjadi oligomer yang lebih pendek (kito-ologosakarida). Kito-oligosakarida memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dari pada polimer kitosan karena sifat kelarutan yang lebih tinggi dan bisa digunakan lebih luas baik dalam bidang pangan, pertanian, farmasi, maupun aplikasi teknis lainnya.

Kito-oligosakarida merupakan produk hasil depolimerisasi kitin/ kitosan yang terjadi melalui proses hidrolisis secara kimiawi atau secara enzimatis. Hidrolisis kitin/ kitosan secara kimiawi telah banyak dilakukan sejak tahun 1960an, dan sebagian besar hasil riset menyatakan bahwa dengan cara ini proses depolimerisasi sulit dikontrol dan memungkinkan terjadinya proses deasetilasi secara parsial. Sejak tahun 1990an hidrolisis kitin/ kitosan secara enzimatis mulai banyak dipelajari, karena produk yang dihasilkan lebih seragam dan prosesnya lebih mudah dikontrol.

Dalam bentuk oligomernya, kitosan memiliki sifat dan manfaat yang lebih spesifik terutama dalam bidang kesehatan. Kito-oligosakarida yang memiliki rantai 6 unit dilaporkan dapat menghambat pembentukan sel kanker pada tikus, sedangkan kito-oligosakarida dengan rantai > 6 unit memiliki sifat anti bakteri dan anti kapang. Produk ini juga mudah diserap tubuh dan bersifat lebih larut dalam air. Dengan sifat biofungsionalnya, kito-oligosakarida semakin populer dan saat ini telah digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai produk kesehatan.

Kito-oligosakarida merupakan produk yang memiliki nilai tambah paling besar dibandingkan kitin dan kitosan. Hal ini terjadi karena kitosan dalam bentuk oligomer memiliki potensi aktifitas biologis yang lebih baik sehingga kegunaannya lebih banyak. Bahan baku kito-oligosakarida adalah kitin/ kitosan yang banyak terdapat pada limbah hasil perikanan, khususnya limbah crustacea (udang-udangan).

Potensi bahan baku kitin/ kitosan di Indonesia sangat besar yang diperoleh dari hasil samping pada proses pembekuan udang (cold storage) dalam bentuk udang beku headless atau pelled untuk ekspor, di mana 60-70% dari berat udang akan menjadi limbah. Diperkirakan dari proses pengolahan dihasilkan limbah sebesar 32.500 ton per tahun, sebagian kecil diantaranya telah dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada pakan ternak.

Oligomer kitosan dapat diproduksi dengan beberapa metode antara lain hidrolisis-fisik seperti radiasi, kimiawi dan enzimatis. Kelemahan pembuatan kitooligoskarida secara fisik dan kimiawi adalah rendemen yang dihasilkan cukup rendah dan menghasilkan monomer dengan jumlah yang sangat banyak. Selain itu hidrolisis kimiawi dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan karena beracun. Hidrolisis secara enzimatis lebih disukai karena dapt mengasilkan produk yang lebih spesifik dan lebih mudah dikontrol.

Beberapa jenis enzim dilaporkan dapat menghidrolisis kitosan menjadi oligomernya, seperti lipase, selulase, lizosim, tannase dan papain; namun di antara jenis-jenis enzim tersebut kitosanase selama ini dikenal sebagai enzim yang paling efektif memecah kitosan. Kitosanase (EC 3.2.1.132) merupakan suatu enzim spesifik yang mampu menghidrolisis ikatan ß-1,4-glikosidik pada kitosan sehingga dihasilkan kitosan-oligosakarida. Kitosanase merupakan enzim yang bereaksi secara endohidrolisis pada ikatan ß-1,4 antara N-asetil-D-glukosamin (GlcNAc) dengan gugus glukosamin (GlcN).

Kitosanase memang mampu menghidrolisis kitosan akan tetapi tidak bisa diaplikasikan pada substrat kitin. Enzim ini secara spesifik menghidrolisis antara gugus GlcN-GlcN, GlcN-GlcNAc, dan GlcNAc-GlcN akan tetapi tidak bisa memutus ikatan GlcNAc-GlcNAc.

Pengikut

About this blog

Blog ini dibuat oleh orang yang tertarik dan pengen belajar tentang perikanan dan produk olahannya. tapi bukan hanya untuk bahan makanan saja, melainkan untuk bidang-bidang yang lebih luas lagi seperti: farmasi, kosmetik, bioteknologi maupun untuk hal-hal teknis lainnya

Informasi penting:

Teknik Dasar Investasi Properti

Masukkan nama & email anda di sini dan dapatkan informasi properti diatas, GRATIS!

Nama:

Email:

Powered By Blogger

inFO..

Add to Technorati Favorites

aBouT mE..,

Saya Mahrus Ali, sekarang sedang belajar tentang ikan-ikan. Baik itu sebagai bahan baku pangan, industri, farmasi, kosmetik maupun bahan baku teknis lainnya.
Mahrus Ali's Profile | Create Your Badge
Mahrus Ali's Facebook Profile